Metanol
Metanol, yang juga dikenal sebagai metil alcohol adalah senyawa kimia dengan rumus kimia CH3OH. Ia merupakan bentuk alkohol paling sederhana. Pada “keadaan atmosfer” ia berbentuk cairan yang ringan, mudah menguap, tidak berwarna, mudah terbakar, dan beracun dengan bau yang khas (berbau lebih ringan daripada etanol). Ia digunakan sebagai bahan pendingin anti beku, pelarut, bahan bakar dan sebagai bahan additif bagi etanol industri. Titik didih metanol sekitar 64,70C (Wikipedia bahasa Indonesia).Itu menunjukkan bahwa setiap bahan yang murni (tunggal), memiliki titik didih yang tersendiri (http://www.bppt.go.id). Metanol memiliki densitas 0.7918 g/cm³ dan nilai viskositas 0,59 mPa·s pada 20 °C
Metanol memiliki satu gugus OH dalam molekulnya. Oksigen yang inheren di dalam molekul metanol tersebut membantu penyempurnaan pembakaran antara campuran udara-bahan bakar di dalam silinder. Tentunya metanol menjadi mudah bereaksi dengan oksigen, dalam arti memerlukan suhu lingkungan yang rendah untuk terjadi campuran gas dengan oksigen. Campuran gas ini biasa disebut mixture. Metanol juga memiliki panas penguapan (heat of vaporibahanion) yang tinggi, yakni 842 KJ/Kg (http://www.bppt.go.id).
Sejarah
Dalam proses pengawetan mayat, orang Mesir kuno menggunakan berbagai macam campuran, termasuk di dalamnya metanol, yang mereka peroleh dari pirolisis kayu. Metanol murni, pertama kali berhasil diisolasi tahun 1661 oleh Robert Boyle, yang menamakannya spirit of box, karena ia menghasilkannya melalui distilasi kotak kayu. Nama itu kemudian lebih dikenal sebagai pyroxylic spirit (spiritus). Pada tahun 1834, ahli kimia Perancis Jean-Baptiste Dumas dan Eugene Peligot menentukan komposisi kimianya. Mereka juga memperkenalkan nama methylene untuk kimia organik, yang diambil dari bahasa Yunani methy = “anggur”) + h?l? = kayu (bagian dari pohon). Kata itu semula dimaksudkan untuk menyatakan “alkohol dari (bahan) kayu”, tetapi mereka melakukan kesalahan.
Kata methyl pada tahun 1840 diambil dari methylene, dan kemudian digunakan untuk mendeskripsikan “metil alkohol”. Nama ini kemudian disingkat menjadi “metanol” tahun 1892 oleh International Conference on Chemical Nomenclature. Suffiks [-yl] (indonesia {il}) yang digunakan dalam kimia organik untuk membentuk nama radikal-radikal, diambil dari kata “methyl”.
Pada tahun 1923, ahli kimia Jerman, Matthias Pier, yang bekerja untuk BASF mengembangkan cara mengubah gas sintesis (syngas / campuran dari karbon dioksida and hidrogen) menjadi metanol. Proses ini menggunakan katalis zinc chromate (seng kromat), dan memerlukan kondisi ekstrim —tekanan sekitar 30–100 MPa (300–1000 atm), dan temperatur sekitar 400 °C. Produksi metanol modern telah lebih effisien dengan menggunakan katalis tembaga yang mampu beroperasi pada tekanan relatif lebih rendah.
Penggunaan metanol sebagai bahan bakar mulai mendapat perhatian ketika krisis minyak bumi terjadi di tahun 1970-an karena ia mudah tersedia dan murah. Masalah timbul pada pengembangan awalnya untuk campuran metanol-bensin. Untuk menghasilkan harga yang lebih murah, beberapa produsen cenderung mencampur metanol lebih banyak. Produsen lainnya menggunakan teknik pencampuran dan penanganan yang tidak tepat. Akibatnya, hal ini menurunkan mutu bahan bakar yang dihasilkan. Akan tetapi, metanol masih menarik untuk digunakan sebagai bahan bakar bersih. Mobil-mobil dengan bahan bakar fleksibel yang dikeluarkan oleh General Motors, Ford dan Chrysler dapat beroperasi dengan setiap kombinasi etanol, metanol dan/atau bensin.
Dikutip dari berbagai sumber by Renald Moontri